Perkembangan Etika Bisnis di Indonesia yang dapat kita
sebut Etika Bisnis Pancasila mengacu pada setiap sila. Menurut Bung Karno, pada
pidato kelahiran Pancasila 1 Juni 1945, Pancasila dapat diperas menjadi Sila
Tunggal, yaitu Gotong Royong, atau Tri Sila sebagai berikut:
1. Socio-nasionalisme(Kebangsaan dan Peri Kemanusiaan)
2. Socio-demokrasi (Demokrasi/ Kerakyatan,
dan Kesejahteraan Sosial); dan
3. Ketaqwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa
Syarat mutlak dapat diwujudkannya Etika Bisnis
Pancasila adalah mengakui terlebih dahulu Pancasila sebagai ideologi bangsa,
sehingga asas-asasnya dapat menjadi pedoman perilaku setiap individu dalam
kehidupan ekonomi dan bisnis sehari-hari. Baru sesudah asas-asas Pancasila benar-benar
dijadikan pedoman etika bisnis, maka praktek-praktek bisnis dapat dinilai
sejalan atau tidak dengan pedoman moral sistem Ekonomi Pancasila.
Etika bisnis dalam tinjauan
di indonesia bisa kita refleksikan pada kondisi krisis ekonomi
sekarang ini. Semakin berlarutnya penanganan krisis membuktikan bahwa etika
bisnis di indonesia masih buruk baik itu di kalangan swasta dalam hal
ini pengusaha, pemerintah baik dari pusat maupun daerah di segala tingkatan.
Adanya krisis ekonomi diindonesia disebabkan oleh kebijakan ekonomi
pemerintah yang tidak transparan, akuntabel, tidak memperdulikan kepentingan
rakyat dan yang lebih utama adalah maraknya praktek KKN (korupsi, kolusi,
nepotisme). Kinerja pemerintah bisa kita lihat pada gambaran menyeluruh dari
kondisi bangsa kita sekarang ini. Kebijakan ekonomi pada waktu itu bila
ditinjau dalam prespektif etika bisnis banyak yang tidak objektif (masuk akal).
Hal itu bisa dilihat pada angka-angka sebagai indikator ekonominya.
Dengan demikian, etika dan moral cenderung dipandang
sebagai variabel bebas yang sama sekali tidak tergantung pada kondisi kualitas
sistem kemasyarakat secara menyeluruh. Kecenderungan seperti itu antara lain
tampak pada kecenderungan untuk menyamakan keberadaan etika dan moral seseorang
atau sekelompok orang dengan keberadaan mutiara.
Kajian yang dilakukan oleh Booz-Allen & Hamilton
pada tahun 1998 menunjukkan bahwa indeks good corporate governance (GCG)
indonesia adalah yang paling rendah di asia timur dibandingkan dengan Malaysia,
Thailand, Singapura dan Jepang. Demikian pula halnya hasil penelitian oleh
McKinsey pada tahun 1999 memperlihatkan bahwa indeks persepsi investor mengenai
praktek good corporate governance (GCG) pada perusahaan di Indonesia adalah
yang paling rendah jika dibandingkan dengan Korea Selatan, Taiwan & jepang.
Lemahnya penerapan good corporate governance (GCG)
oleh para pelaku usaha di indonesia diyakini tidak saja menjadi
pemicu terjadinya krisis, namun juga menjadi faktor penghambat upaya untuk
keluar dari krisis tersebut. Oleh karena itu tidak mengherankan
jika Indonesia merupakan negara paling lambat mencapai pemulihan
ekonomi dibandingkan dengan negara-negara Asia yang juga terkena
krisis
SEJARAH AWAL PROFESI AKUNTAN
Profesi akuntan telah dimulai sejak abad ke-15 walaupun
sebenarnya masih dipertentangkan para ahli mengenai kapan sebenarnya profesi
ini dimulai.Pada abad ke-15 di Inggris pihak yang bukan pemilik dan bukan
pengelola yangsekarang disebut auditor diminta untuk memeriksa apakah ada
kecurangan yangterdapat di pembukuan atau di laporan keuangan yang disampaikan
oleh pengelola kekayaan pemilik harta.
SEJARAH AKUNTAN DI INDONESIA
Hari Kamis, 17 Oktober 1957, kelima akuntan tadi
mengadakan pertemuan di aula Universitas Indonesia (UI) dan bersepakat untuk
mendirikan perkumpulan akuntan Indonesia. Karena pertemuan tersebut tidak
dihadiri oleh semua akuntan yang ada maka diputuskan membentuk Panitia
Persiapan Pendirian Perkumpulan Akuntan Indonesia. Panitia diminta menghubungi
akuntan lainnya untuk menanyakan pendapat mereka. Dalam Panitia itu Prof.
Soemardjo duduk sebagai ketua, Go Tie Siem sebagai penulis, Basuki Siddharta
sebagai bendahara sedangkan Hendra Darmawan dan Tan Tong Djoe sebagai
komisaris. Surat yang dikirimkan Panitia kepada 6 akuntan lainnya memperoleh
jawaban setuju.
SEJARAH ORGANISASI PROFESI IAI
Perkumpulan yang akhirnya diberi nama Ikatan Akuntan
Indonesia (IAI) akhirnya berdiri pada 23 Desember 1957, yaitu pada pertemuan
ketiga yang diadakan di aula UI pada pukul 19.30. Pendiri IAI adalah Prof. Dr.
Abutari, Tio Po Tjiang, Tan Eng Oen , Tang Siu Tjhan, Liem Kwie Liang, The
Tik Him
Konsep Anggaran Dasar IAI yang pertama diselesaikan
pada 15 Mei 1958 dan naskah finalnya selesai pada 19 Oktober 1958. Menteri
Kehakiman mengesahkannya pada 11 Februari 1959. Namun demikian, tanggal
pendirian IAI ditetapkan pada 23 Desember 1957. Ketika itu, tujuan IAI adalah:
- Membimbing perkembangan akuntansi serta
mempertinggi mutu pendidikan akuntan
- Mempertinggi mutu pekerjaan akuntan
SEJARAH IAPI
Pada tanggal 24 Mei 2007 berdirilah Institut Akuntan
Publik Indonesia (IAPI) sebagai organisasi akuntan publik yang independen dan
mandiri dengan berbadan hukum yang diputuskan melalui Rapat Umum Anggota Luar
Biasa IAI – Kompartemen Akuntan Publik.
Drs. Ahmadi Hadibroto sebagai Ketua Dewan Pengurus
Nasional IAI mengusulkan perluasan keanggotaan IAI selain individu. Hal ini
telah diputuskan dalam Kongres IAI X pada tanggal 23 Nopember 2006. Keputusan
inilah yang menjadi dasar untuk merubah IAI – Kompartemen Akuntan Publik
menjadi asosiasi yang independen yang mampu secara mandiri mengembangkan
profesi akuntan publik.
Pada tanggal 4 Juni 2007, secara resmi IAPI diterima
sebagai anggota asosiasi yang pertama oleh IAI. Pada tanggal 5 Februari 2008,
Pemerintah Republik Indonesia melalui Peraturan Menteri Keuangan Nomor
17/PMK.01/2008 mengakui IAPI sebagai organisasi profesi akuntan publik yang
berwenang melaksanakan ujian sertifikasi akuntan publik, penyusunan dan
penerbitan standar profesional dan etika akuntan publik, serta menyelenggarakan
program pendidikan berkelanjutan bagi seluruh akuntan publik di Indonesia.
Perkembangan Standar Profesional Akuntan Publik
Standar Profesional Akuntan Publik (SPAP) adalah
merupakan hasil pengembangan berkelanjutan standar profesional akuntan publik
yang dimulai sejak tahun 1973. Pada tahap awal perkembangannya, standar ini
disusun oleh suatu komite dalam organisasi Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) yang
diberi nama Komite Norma Pemeriksaan Akuntan.
Standar yang dihasilkan oleh komite tersebut diberi
nama Norma Pemeriksaan Akuntan. Sebagaimana tercermin dari nama yang diberikan,
standar yang dikembangkan pada saat itu lebih berfokus ke jasa audit atas
laporan keuangan historis.
KESIMPULAN :
Perkembangan etika bisnis dan
profesi di Indonesia terjadi secara bertahap dan tidak secara instan harus
melalui pertemuan beberapa kali dan harus menunggu persetujuan dari pihak yang
berwenang. Bahkan pendiri beberapa organisasi tersebut bukan orang Indonesia
asli. Hal ini perlu diperhatikan karena hasil dari pertemuan mereka dan
persetujuan tersebut sangat bermanfaat bagi pemakainya. Mengetahui perkembangan
tersebut semoga dapat menjadi acuan dan kita bisa memahami apa yang telah ada.
SUMBER :